Rabu, 02 Mei 2012

dalil katak


www.smkn1-rotabayat.sch.id smkn1rotabayat.blogspot.com

Dari segi dalil, kita menemukan sebuah hadits yang menyebutkan tentang memakan hewan katak.
“Dari Abdurrahman bin Utsman Al-Quraisy bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang katak yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan Hakim, ditakhrijkannya pula Abu Daud dan Nasa’I).
Dari hadits ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa memakan daging katak itu halal. Sebab Rasulullah SAW melarang untuk membunuhnya.
Sementara di kalangan ulama berkembang sebuah kaidah bahwa hewan-hewan yang diperintahkan untuk membunuhnya, hukumnya haram dimakan. Meski pun tidak tidak disebutkan bahwa hewan itu najis atau haram dimakan.
Demikian juga dengan hewan yang dilarang untuk membunuhnya, hukumnya pun haram dimakan, meski tidak ada keterangan bahwa dagingnya najis atau haram dimakan.
Seandainya boleh dimakan, maka tidak akan dilarang untuk membunuhnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmadn Ishaq, Alhakim dari Abdurrahman bin Utsman at-Tamimi. Silahkan periksa kitab Al-Lubab Syarhil Kitab jilid 3 halaman 230, juga kitabTakmilatul Fathi jilid 8 halaman 62, kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 4 halaman 298 dan kitab Al-Muhazzab jilid 1 halaman 250.
Mereka yang mengharamkan katak juga mendasarkan larangan ini dengan dalil bahwa katak itu termasuk hewan yang menjijikkan secara umum.
Walhasil, kecenderungan jumhur ulama berpendapat bahwa katak itu tidak halal dimakan berdasarkan dalil dan kaidah di atas.
Mereka yang Menghalalkan
Mereka yang menghalalkan adalah kalangan mazhab Maliki. Sebagaimana sudah seringkali dijelaskan, umumnya pendapat mazhab ini merujuk kepada dalil secara apa adanya. Bila di dalam dalil itu tidak tertuang secara eksplisit tentang najis atau haramnya suatu hewan, maka mereka akan bersikukuh untuk tidak mengharamkannya.
Mereka berpendapat bahwa memakan katak dan hewan semacamnya seperti serangga, kura-kura dan kepiting (cancer) hukumnya boleh selama tidak ada nash atau dalil yang secara jelas mengharamkannya.
Dan mengkategorikan hewan-hewan itu sebagai khabaits (kotor), bagi mereka dianggap tidak bisa dengan standar masing-masing individu, karena pasti akan bersifat subjektif.
Ada orang yang tidak merasa bahwa hewanb itu menjijikkan atau kotor dan juga ada yang sebaliknya. Sehingga untuk mengharamkannya tidak cukup dengan itu, tapi harus ada nash yang jelas.
Dan menurut Al-Malikiyah, tidak ada nash yang melarang secara tegas memakan hewan-hewan itu. Silahkan periksa kitab Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 656 dan kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyahhalaman 172.
www.kampussyariah.comwww.smkn1-rotabayat.sch.id smkn1rotabayat.blogspot.comwww.smkn1-rotabayat.sch.id smkn1rotabayat.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar